Kamis, 09 November 2017

Makalah Analisis Kadar Abu Batubara (Mineral Matter)



BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Tidak dipungkiri lagi bahwa batubara merupakan salah satu  sumber bahan bakar yang sangat dibutuhkan dari dulu hingga sekarang. Batubara memiliki manfaat yang sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya batubara dapat tersusun atas bahan-bahan organik dan non organik, dengan kandungan bahan organik pada batubara dapat mencapai lebih dari 75%. Kehadiran mineral dalam jumlah tertentu akan mempengaruhi kualitas batubara terutama parameter abu, sulfur dan nilai panas sehingga dapat membatasi penggunaan batubara.
Satu hal yang  perlu diingat bahwa batubara tidak mengandung abu akan tetapi mengandung mineral, abu hanyalah residu sisa dari pembakaran batubara. Namun banyak kalangan masyarakat umum mengetahui bahwa batubara mengandung abu. 
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis ambil dari permasalahan di atas adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan Mineral Matter (Ash)
2.      Apa saja yang termasuk ke dalam Inorganik Matter And Organik Matter Batubara?
3.      Apa saja klasifikasi mineral Batubara?
4.      Bagaimana cara menganalisis kadar abu pada batubara?
C.       Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Batubara
2.      Untuk mengetahui berbedaan antara mineral batubara dengan abu yang dihasilkan oleh sisa pembakaran batubara.
3.      Untuk memberikan informasi kepada pembaca maupun masyarakat umum mengenai mineral matter batubara.

D.       Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah penulis dapat mengetahui mineral matter pada batubara.


BAB II
PEMBAHASAN

A.       Mineral Matter (Ash)
Mineral atau mineral matter pada batubara dapat diartikan sebagai mineral-mineral dan material organik lainnya yang berasosiasi dengan batubara (Ward, 1986). Secara keseluruhan mancakup tiga golongan material yaitu :
1.    Mineral dalam bentuk partikel diskrit dan kristalin pada batubara.
2.    Unsur atau senyawa biasanya tidak termasuk unsur nitrogen dan sulfur.
3.    Senyawa anorganik yang larut dalam air pori batubara dan air permukaan
Mineral matter adalah unsur-unsur yang terikat secara organik dalam rantai karbon sebagai kation pengganti hidrogen. Unsur ini biasanya ada dalam batubara pada saat pembentukan batubara yang berasal dari tumbuhan atau pohon pembentuk batubara tersebut. Unsur yang biasanya ditemukan sebagai mineral matter ini adalah Kalsium, Sodium, dan juga ditemukan besi dan alumina pada low rank coal.
Mineral matter pada batubara dapat berasal dari unsur anorganik pada tumbuh- tumbuhan pembentuk batubara atau disebut inherent mineral serta mineral yang berasal dari luar rawa atau endapan yang kemudian di transport ke dalam cekungan pengendapan batubara melalui air atau angin dan disebut “extraneous” atau ‘adventitiousmineral matter. Materi anorganik di dalam batubara terbagi menjadi tiga katagori menurut pembentukannya (Taylor et.al., 1998), yaitu:
     1.  Syngenetic anorganic matter
   Merupakan materi anorganik yang berasal dari tumbuhan pembentuk batubara. Contoh: Silika.
     2.  Syngenetic inorganic/organic complexs
   Materi anorganik yang terbentuk selama tahap awal penggambutan, berasal dari luar yang terbawa oleh air atau angin kedalam gambut. Contoh: Mineral zirkon(ZrSiO4) dan pertukaran   hidrogen dalam karbonat menjadi kalsium karbonat.
     3.  Epigenetic minerals
   Terbentuk setelah proses konsolidasi batubara oleh kristalisasi dalam rekahan atau lubang atau oleh alterasi mineral yang terendapkan secara primer. Contoh: Pirit dan mineral Karbonat.
   Kebanyakan dari kehadiran bahan anorganik dalam batubara ialah berupa mineral-mineral yang terdistribusi di dalam atau diantara maseral-maseral. Mineral terdistribusi diantara maseral dengan ukuran antara satu μm hingga ratusan mikrometer. Mineral yang banyak terdapat dalam batubara ialah mineral lempung, mineral karbonat, mineral sulfida dan mineral oksida.
Unsur kimia anorganik dalam batubara mencakup unsur dari tanaman asal, unsur yang terikat pada molekul organik sebelum tanaman mati, maupun unsur yang terikat dalam molekul organik atau mengisi lubang antar bahan organik setelah tanaman mati menjadi gambut sampai dengan akhir diagenesis batubara (Bouska, 1981).
   Kelimpahan unsur anorganik dalam batubara umumnya tergolong kecil sekali dan disebut unsur jejak (trace element). Menurut Cox, et al. (1979) unsur tergolong unsur jejak apabila terkonsentrasi dalam batuan lebih kurang sebesar beberapa ribu ppm; menurut Rollinson (1995) berjumlah < 0,1% (1000 ppm) berat; dan menurut Abernethy, & Gibson (1963) apabila konsentrasinya tidak lebih dari 0,01 % (100 ppm) berat.
   Kandungan unsur jejak dalam batubara pada umumnya dinyatakan dalam ppm atau % untuk keseluruhan tebal satu lapisan hasil rerata gabungan nilai ppm percontoh selang (misalnya per meter) tebal lapisan. Unsur itu disebut tersebar homogen apabila kelimpahannya dalam selang-selang tegak dari tebal lapisan sama besarnya, dan tidak homogen apabila bervariasi. Kehomogenan unsur tadi menunjukkan bahwa mineral yang terdiri dari unsur tadi telah terdeposisi sebelum diagenesis (pradiagenesis) gambut, dan variasi unsur menunjukkan bahwa pembentukan mineral terjadi selama diagenesi
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80 persen dan abu dasar sebanyak 20 persen. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang dilalui. Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, tetapi mengandung zat organic yang berupa mineral.
Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar, parameter ini berguna untuk penentuan efesiensin pembakaran. Buka tutup krus yang dipakai dalam analisa kadar VM, kemudian krus dipanaskan di atas nyala Bunsen, hingga seluruh karbon terbakar (uap hitamnya habis). Didinginkan lalu ditimbang untuk mendapatkan kadar  abu. Abu merupakan residu anorganik hasil pembakaran batubara , terdiri dari oksida-oksida logam seperti Fe2O3,MgO, Na2O, K2O, dan sebagainya.Dan juga mengandung logam oksida-oksida non logam seperti SiO2,P2O5, dan lain-lain.
Pembakaran batubara pada metode British Standar (BS), dan Australian Standar (AS) dilakukan pada suhu 8150C dan dilakukan selama tiga jam dan dianggap konstan. Pada metode ISO, pembakaran batubara dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama, pembakaran dilakukan mulai suhu ruangan sampai pada suhu 5000C selama 1 jam, ditahan selama 30 menit (untuk brown coal dan lignite harus ditahan selama 1 jam) kemudian dilanjutkan sampai 8150C ± 100C.
Pada metode ASTM, umumnya dilakukan pada suhu 7500C selama 4 jam, namun pada batubara tertentu lama pembakaran bias berkurang maupun bertambah tergantung dari jenis batubara yang dianalisa. Nilai kandungan abu suatu batubara selalu lebih kecil dari pada kandungan mineral-mineralnya. Hal ini terjadi karena selama pembakaran terjadi perubahan kimiawi pada batubara tersebut, seperti menguapnya air Kristal karbon dioksida dan oksida sulfur.
B.       Inorganik Matter And Organik Matter Batubara
1.    Inorganik Matter (Zat Anorganik)
Elemen dari zat anorganik disebut dengan mineral atau disebut juga dengan mineral matter. Mineral matter yang terdapat di dalam batubara terbagi dalam dua bentuk :
     1. Inherent Mineral
Material ini terdapat di dalam batubara dalam bentuk partikel halus yang tersebar keseluruh bagian batubara, pada dasarnya sebagian material ini ialah unsur-unsur anorganik yang berasal dari tumbuhan yang membentuk batubara tersebut dan sebagian lainnya berasal dari material sampingan yang terbawah ke dalam batubara selama proses pembentukan batubara, oleh karena itu jumlah serta sifat mineral dalam batubara setiap lapisannya berbeda. Hampir dapat di pastikan bahwa mineral ini tidak dapat dipisahkan dari batubara dengan cara mekanis (pencucian) berdasarkan bentuk ikatan mineral ini dengan batubara.
     2. Extraneous Mineral
Zat-zat mineral ini berasal dari lapisan floor, roof serta dirt band yang terbawah kedalam batubara pada saat berlangsungnya proses penambangan dan terkadang mineral ini disebut juga sebagai “Free stone”. Pada umumnya tingkat banyaknya kandungan mineral pada batubara bervariasi mengikuti ukuran partikelnya dimana partikel yang lebih halus akan mempunyai kandungan mineral yang lebih tinggi sehingga proses liberasi dengan penggilingan ke ukuran yang lebih kecil dapat dimanfaatnkan.
Tingkat banyaknya kandungan mineral dalam batubara yang diperlukan diukur berdasarkan pemanfaatan batubara tersebut. Pada batubara tertentu kandungan mineral yang terlalu rendah mungkin sama tidak diinginkannya dengan kalau kandungan mineralnya terlalu tinggi, contohnya kandungan mineral yang terlalu rendah pada “mechnical stoker” dapat menyebabkan overheating pada grate (jeruji).
Kalau dilihat dari segi ekonomi, kuantitas kandungan abu merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kualitas serta sifat abu suatu batubara akan tetapi konsistensi kualitas batubara (% abu) pada pengiriman-pengiriman batubara berikutnya faktor yang jauh lebih penting.
2.    Organik Matter (Zat Organik)
Organik matter adalah satu-satunya komponen batubara yang menghasilkan kalori pada proses pembakaran. Penguraian komponen batubara ini dapat dilihat dari dua sisi berbeda. Pertama dilihat dari sisi bagian jenis tanaman awal yang membentuknya sedangkan sisi yang kedua dilihat dari unsur-unsur yang membentuknya. Dilihat dari sisi bagian dan jenis tanaman awal yang membentuknya komponen batubara ini diuraikan menjadi beberapa elemen yang di sebut maceral.
Jika dilihat dari sisi unsur-unsur yang membentuknya, komponen batubara ini terdiri dari unsur-unsur carbon, hydrogen, nitrogen, sulphur, oxygen serta terdapat juga sedikit unsur zat organik bawaan seperti natrium, kalium dsb yang terikat sebagai bagian dari zat organik. Walaupun zat organik batubara merupakan satu-satunya komponen yang menghasilkan kalori namun di dalamnya terdapat beberapa unsur yang dianggap pengotor karena pada proses pembakaran unsur ini dapat menimbulkan polusi. Unsur-unsur tersebut antara lain nitrogen dan sulphur.
Dalam proses pembakaran nitrogen akan membentuk gas NOx sedangkan sulphur akan membentuk SO2. Sulphur yang ada dalam zat organik ini disebut dengan organik sulpur dan merupakan bagian dari sulphur total batubara, sulfur dalam bentuk ini tidak bisa dipisahkan atau dibersihkan dengan proses mekanis, tapi ada kemungkinan masih bias dipisahkan dengan proses kimia namun biaya mahal.
C.       Klasifikasi Mineral Batubara
Klasifikasi mineral yang terdapat pada batubara ditinjau dari segi genetis adalah :
1. Mineral Lempung (Clay)
Mineral ini merupakan kelompok yang palaing dominan dijumpai pada batubara, sekitar 60-80 % dari total mineral matter. Umumnya terdapat sebagai mineral primer yang terbentuk akibat adanya aksi air atau angin yang membawa       material detrital ke dalam cekungan pengendapan batubara. Distribusi mineral lempung dalam batubara dikendalikan oleh kondisi kimia rawa (Bustin, 1989). Spesies mineral lempung yang umum terdapat dalam batubara adalah kaolinite, illite dan montmorilonit. Kaolinit umumnya terdapat dalam batubara secara syngenetic yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan, tersebar pada vitrinit sebagai pengisi rekahan dan lainnya berbentuk speris. Sedangkan illite biasanya lebih banyak terdapat pada batubara dengan lapisan penutup (roof) batuan sedimen marin.
Mineral lempung yang terbentuk pada fase ke dua (secondary), umumnya dihasilkan oleh adanya transformasi dari lempung fase pertama. Bila kedalaman penimbunan bertambah, maka proporsi kaolinit berkurang sedangkan illite bertambah. Asosiasi mineral lempung pada lapisan batubara berupa inklusi halus yang tersebar dan sebagai pita-pita lempung (tonstein).
2. Kuarsa
Kuarsa (SiO2) adalah salah satu mineral oksida yang paling penting terdapat dalam batubara (Tylor et al, 1998). Ada dua tipe kuarsa yang dapat dibedakan berdasarkan teksturnya yaitu : butiran kuarsa klastik berbentuk bulat jika terendapkan melalui media air dan berbentukmenyudut jika melalui media angin. Sedangkan tipe lainnya adalah kuarsa kristal halus yang terbentuk dari larutan setelah pengendapan batubara. Kebanyakan merupakan silika yang terlarut dari hasil pelapukan felspar dan mika. Kuarsa merupakan mineral syngenetic dan jarang ditemukan sebagai epigenetic (Ranton, 1982).
3.  Karbonat
Terdapat 4 (empat) spesies mineral karbonat yang biasa ditemukan dalam batubara yaitu : kalsit (CaCO3), siderit (FeCO3), dolomit (Ca, Mg) CO3 dan ankerit (CaMgFe)CO3. Mineral-mineral ini dapat terbentuk baik pada fase syngenetic akhir maupun epigenetic (Diessel, 1992). Karbonat syngenetic umumnya terdapat dalam bentuk konkresi speroidal dan sebagai pengisi ronga-rongga fusinite dan semifusinite.
Siderit yang terbentuk dalam kondisi reduksi dapat dianggap sebagai karbonat primer, sedangkan kalsit dapat terbentuk baik dalam lingkungan air tawar maupun laut (Ranton, 1982). Hadirnya dolomit merupakan indikasi lingkungan pengendapan laut (Stach, 1982).
4. Sulfida
Pirit dan markasit merupakan mineral sulfida yang paling umum terdapat pada batubara. Ke dua spesies mineral ini memiliki komposisi kimia yang sama (FeS2) hanyan berbeda dalam bentuk kristalnya. Pirit berbentuk kubik dan markasit berbentuk ortorombik.
Mineral ini dapat terbentuk baik secara syngenetik maupun epigenetik dalam berbagai bentuk (Diesel, 1992). Beberapa bentuk mineral pirit yang telah ditemukan dalam batubara adalah sebagai berikut :
1.     Nodul pirit atau markasit dengan ukuran hingga beberapa    centimeter yang umumnya terdiri dari kristal-kristal membulat atau memanjang.
2.     Bentuk Fe-Sulfida syngenetic yang paling umum adalah kristal pirit dengan ukuran lebih kecil dari 2 mikron, terdapat dalam bentuk speroidal atau framboidal dan berasosiasi dengan vitrinit.
3.     Tipe konkresi dari kristal kecil bergabung membentuk lensa-lensa pipih atau pita-pita yang menunjukkan presipitasi pirit generasi ke dua yang terjadi selama diagenesa akhir. Hal ini dianggap sebagai peralihan ke pirit epigenetic.
4.     Pirit epigenetic yang terbentuk sebagai material pengisi rekahan, kekar dan celah.
5.  Sulfat
Mineral sulfat yang paling dominan terdapat pada batubara adalah bassanit dan gypsum. Umumnya mineral ini terbentuk dari hasil oksidasi mineral sulfida (pirit) pada batubara terutama bila berhubungan dengan udara luar dalam waktu lama.
D.       Pengujian Kadar Abu pada Batubara
1.    Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat menghitung kadar abu pada sampel batubara.
2.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah:
1.      Muffle furnace
2.      Neraca analitik 
3.      Cawan porcelain
4.      Desikator
5.      Penjepit
Bahan yang digunakan:
1.      Batubara 60 dan 170 mesh
3.    Prosedur Percobaan
1.      Menimbang 2 buah cawan porselen
2.      Memasukkan batubara berukuran 60 mesh pada 1 cawan dan 170 mesh pada cawan yang lain, masing-masing 1 gram.
3.       Menghidupkan oven dan mengatur suhunya (400C).
4.      Memasukkan cawan yang berisi batubara ke dalam oven.
5.      Mengatur suhu oven menjadi 750C.
6.      Pemanasan dilakukan sampai semua sampel batubara menjadi abu (±3 jam).
7.      Mendinginkan cawan berisi batubara tersebut dengan desikator sampai suhunya turun menjadi 400C .
8.      Menimbang masing-masing cawan dan menghitung kadar abunya.
4.    Cara Perhitungan
Perhitungan kandungan abu (Ash Content) adalah sebagai berikut :
                     Ash%  =    X 100%
      Keterangan :
Berat abu = Berat batubara setelah di oven (gram)
Berat sampel = Berat batubara asli (gram)
Ash % = Persen abu
5.    Data Pengamatan dan Pembahasan
                       Batubara

Parameter pengamatan
Batubara 60 mest
Batubara 170 mest
Berat cawan porselin + sampel
6.5 gram
6.0 gram
Berat cawan + abu (hasil pengovenan sampel)
6.0 gram
5.3 gram
% Abu
0.923 gram
0.884 gram
Rata-rata % abu
 = 0.9035 gram





  
6.    Kesimpulan Percobaan
                 Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Ash adalah mineral batubara yang masih tersisa setelah proses pembakaran.
2.      Penentuan kadar abu batubara dilakukan untuk menentukan kualitas batubara.
3.      Kadar abu di dalam batubara dipengaruhi oleh banyaknya jenis mineral matter yang dikandung oleh batubara tersebut, baik yang berasal dari inherent maupun extraneous.
4.      Semakin tinggi kadar abu dalam batubara maka nilai kalornya akan semakin rendah, begitupun dengan kualitas dan harga jualnya.
5.      Berdasarkan luas permukannya, kadar abu pada batubara 60 mesh lebih besar daripada kadar abu 170 mesh.

BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan di antara lain :
1.    Mineral matter pada batubara dapat berasal dari unsur anorganik pada tumbuh-tumbuhan pembentuk batubara atau disebut inherent mineral serta mineral yang berasal dari luar rawa atau endapan kemudian ditransport ke dalam cekungan pengendapan batubara melalui air atau angin dan disebut extraneous atau adventitious mineral matter.
2.    Ash (abu) adalah bahan-bahan yang tidak terbakar setelah pembakaran sample. Mineral matter merupakan bagian zat anorganik dalam batubara dan sudah ada dalam batubara sebelum batubara tersebut dibakar.
3.    Mineral matter dan ash itu berbeda. Abu dalam batubara bersumber dari mineral matter dalam batubara dan unsur pengotor dari batupasir, tanah dan sebagainya yang berasal dari bagian penutup, dasar atau parting pada lapisan batubara. Hasil kadar abu (ash content) digunakan untuk mengukur kualitas batubara dan efisiensi proses pembersihan.
4.    Batubara tidak mengandung abu akan tetapi mengandung mineral, abu hanyalah residu sisa dari pembakaran batubara.
B.       Saran
Dari uraian dan pembahasan di atas, saran yang dapat penulis berikan yaitu setelah mengetahui bahwa ternyata batubara tidak mengandung abu tetapi mengandung mineral maka sebaiknya jika masih ada yang mengatakan kalau batubara memiliki abu maka kita harus bisa manjelaskan yang sebenarnya kalau batubara tidak mengandung abu, abu hanya sisa dari hasil pembakaran dan hasil kadar abu (ash content) digunakan untuk mengukur kualitas batubara dan efisiensi proses pembersihan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Analisis Kadar Abu Batubara (Mineral Matter)

BAB I PENDAHULUAN A.        Latar Belakang Tidak dipungkiri lagi bahwa batubara merupakan salah satu   sumber bahan bakar yang sa...