BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan
sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang
tidak tersementasikan (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan
organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair
dan gas mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.
Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil,
disamping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan.
Tanah tidak
selalu diam ada kalanya tanah tersebut mengalai pergerakan yang di sebabkan
oleh pergerakan atau pergesekkan lempeng pada perut bumi.Adakalanya pula tanah
tersebut pengalami pemadatan tanah.Gerakan tanah tersebut adalah proses
perpindahan massa batuan dan tanah dari tempat asalnya ketempat yang lebih
rendah (oleh gaya gravitasi) akibat proses gangguan keseimbangan lereng.
Gerakan tanah dapat berupa rayapan tanah atau berupa longsoran tanah, sehingga
gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah atau
batuan.
Rayapan
diartikan jikalau gerakan ini sangat lambat dan bila gerakan menjadi cepat maka
akan terjadi runtuhan yang tidak teratur dari tanah yang biasanya bersamaan
jalannya dengan pemusnahan tumbuh-tumbuhan yang ada diatasnya. Dengan demikian
betuk ekstrim dari rayapan tanah adalah longsoran tanah.Gerakan tanah merupakan
salah satu jenis bahaya geologi yang sering terjadi sebagaimana bencana geologi
lainya (seperti erupsi gunung api, gempa bumi, tsunami. Disebut
bahaya geologi karena fenomena alam tersebut ditimbulkan oleh proses-proses
geologi baik oleh gaya-gaya yang bekerja dalam bumi–endogen, maupun yang
berasal dari luar bumi - eksogen).
Bahaya yang
timbul akibat proses-proses geologi disebut dengan bahaya geologi (geological
hazards).Gerakan tanah masuk kategori bahaya geologi karena dipengaruhi oleh
kondisi geologi, morfologi/litologi, kedudukan struktur geologi, curah hujan
dan tutupan vegetasi.Karena dampak gerakan tanah dapat menimbulkan korban jiwa
dan harta benda maka masalah tersebut telah lama menjadi perhatian, khususnya
oleh para ahli geologi ataupun ahli geoteknik dan ahli geofisika.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis ambil dari
latar belakang di atas adalah :
1. Apa
itu pemadatan tanah?
2. Apa
beda konsolidasi dengan pemadatan?
3. Bagaimana
cara kestabilan pada lereng?
4. Bagaimana
cara mitigasi tanah longsor dan pergerakan pada tanah?
1.3
Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui tentang tanah dan bagaimana pergerakkkan pada tanah tersebut.
2. Sebagai
bahan materi untuk pembelajara pemadatan tanah.
1.4
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Kita
dapat mengetahui bagaimana pemadatan tanah dan sejenisnya.
2. Dapat
memberikan informasi kepada pembaca dalam cara mitigasi tanah longsor,
menstabilkan lereng.
3. Menambah
wawasan penulis dalam mengetahui tentang pergerakan tanah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pemadatan
tanah
Pemadatan tanah adalah proses naiknya
kerapatan tanah dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi
reduksi volume udara : tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti
pada tanah tersebut. Tingkat pemadatan diukur dari berat volume kering yang dipadatkan.
Bila air ditambahkan pada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan
berfungsi sebagai unsur pembasah atau pelumas pada partikel-partikel tanah.
Karena adanya air, partikel-partikel tersebut akan lebih mudah bergerak dan
bergeseran satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat. Untuk
usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar
air dalam tanah (pada saat dipadatkan) meningkat.
Kadar air yang ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume juga akan meningkat secara bertahap pula. Adanya penambahan kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah. Kadar air dimana berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut kadar air maksimum.
Selain kadar air, faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan adalah jenis tanah dan usaha pemadatan.Jenis tanah yang diwakili oleh distribusi ukuran butiran, bentuk butiran tanah, berat spesifik bagian padat tanah. Selain itu jumlah serta jenis mineral lempung yang ada pada tanah mempunyai pengaruh besar terhadap harga berat volume kering maksimum dan kadar air optimum dari tanah tersebut. Pada kadar air yang lebih rendah, adanya tegangan terik kapiler pada pori-pori tanah mencegah kecenderungan partikel tanah untuk bergerak dengan bebas untuk menjadi lebih padat.
Kadar air yang ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume juga akan meningkat secara bertahap pula. Adanya penambahan kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah. Kadar air dimana berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut kadar air maksimum.
Selain kadar air, faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan adalah jenis tanah dan usaha pemadatan.Jenis tanah yang diwakili oleh distribusi ukuran butiran, bentuk butiran tanah, berat spesifik bagian padat tanah. Selain itu jumlah serta jenis mineral lempung yang ada pada tanah mempunyai pengaruh besar terhadap harga berat volume kering maksimum dan kadar air optimum dari tanah tersebut. Pada kadar air yang lebih rendah, adanya tegangan terik kapiler pada pori-pori tanah mencegah kecenderungan partikel tanah untuk bergerak dengan bebas untuk menjadi lebih padat.
Kemudian
tegangan kapiler tersebut akan berkurang dengan bertambahnya kadar air sehingga
partikel-partikel menjadi mudah bergerak dan menjadi lebih padat. Bila usaha
pemadatan persatuan volume tanah berubah. Kurva pemadatan juga akan berubah.
Tetapi harap dicatat bahwa tingkat kepadatan suatu tanah tidak langsung
sebanding (proporsional) dengan usaha pemadatannya.
2.2
Beda
Konsolidasi dengan Pemadatan
Adapun
pengertian dari konsolidasi adalah :
1. Penataan
penguasaan dan penggunaan bidang-bidang tanah.
2. Pengadaan
tanah untuk kepentingan pembangunan
3. Untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam yang
melibatkan partisipasi masyarakat.
Konsolidasi
tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan
penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan,
untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Bilamana
suatu lapisan tanah jenuh air diberi penambahan beban, angka tekanan air pori
akan naik secara mendadak. Pada tanah berpasir yang sangat tembus air
(permeable), air dapat mengalir dengan cepat. Keluarnya air dari dalam pori
selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah, berkurangnya volume tanah
tersebut dapat menyebabkan penurunan lapisan tanah tersebut.Karena air pori
didalam tanah berpasir dapat mengalir keluar dengan cepat maka penurunan segera
dan penurunan konsolidasi terjadi bersamaan.
Bilamana suatu lapisan tanah lempung jenuh air yang mampumampat diberi
penambahan tegangan , maka penurunan akan terjadi dengan segera. Koefisien
rembesan lempung adalah sangat kecil dibandingkan dengan koefisien
rembesan pasir sehingga penambahan tekanan air pori yang disebabkan oleh
pembebanan akan berkurang secara lambat laun dalam waktu yang sangat lama. Jadi
untuk tanah lempung lembek perubahan volume yang disebabkan oleh keluarnya air
dari dalam pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi sesudah penurunan segera.Penurunan
konsolidasi tersebut biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat serta lama
dibandingkan dengan penurunan segera.
Sedangkan untuk
pemadatan tanahpada
pemadatan timbunan tanah untuk jalan raya, dan tanah, dan banyak struktur
teknik lainnya, tanah yang lepas haruslah dipadatkan untuk meningkatkan berat
volumenya. Pemadatan tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan
tanah, sehingga dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya.
Pemadatan juga dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan
dan meningkatkan kemampatan lereng timbunan.
2.3
Cara
Kestabilan Lereng
2.3.1
Faktor yang Mempengaruhi
Ketidakstabilan Lereng
Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor
internal(dari tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng),
antara lain: kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah
maupun situasi setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat
klembaban tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti
patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991).
Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993, dalam
Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah :
a.
Pelapukan
(fisika, kimia dan biologi)
b.
Erosi
c.
penurunan
tanah (ground subsidence)
d.
deposisi
(fluvial, glasial dan gerakan tanah)
e.
getaran
dan aktivitas seismic
f.
jatuhan tepra
g.
perubahan rejim air
2.3.2
Berbagai Cara Analisis Kestabilan
Lereng
Cara analisis kestabilan lereng
banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu:
1.
cara
pengamatan visual
2.
cara
komputasi dan ,
3.
cara
grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut :
1. Cara pengamatan visual
adalah cara dengan mengamati langsung di lapangan dengan
membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan bergerak dan yang
yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan
memanfaatkan pengalaman di lapangan. Cara ini kurang teliti, tergantung dari
pengalaman seseorang.Cara ini dipakai bila tidak ada resiko longsor terjadi
saat pengamatan.Cara ini mirip dengan memetakan indikasi gerakan tanah dalam
suatu peta lereng.
2. Cara komputasi
adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus
(Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara
Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis
kekuatannya.
3. Cara grafik
adalah
dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor, Hoek & Bray, Janbu,
Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk material homogen dengan
struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri atas berbagai lapisan)
dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara komputasi). Stereonet, misalnya
diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat menjelaskan arah longsoran
atau runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan
strike/dip lapisan batuan.
2.4
Cara
Mitigasi Tanah Longsor dan Pergerakan Tanah
2.4.1
Mitigasi Tanah Longsor
Mitigasi adalah segala usaha untuk meminimalisasi akibat
terjadinya suatu bencana pada saat bencana terjadi maupun pasca bencana, yang
dalam hal ini dilakukan baik dalam skala lokal, nasional, maupun regional.Mitigasi bencana tanah longsor berarti segala usaha
untuk meminimalisasi akibat terjadinya tanah longsor. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan untuk menekan bahaya tanah longsor dibagi menjadi 3 yaitu:
1.
Tahap awal (preventif)
Langkah pertama dalam upaya meminimalkan kerugian akibat
bencana tanah longsor adalah:
a.
Identifikasi daerah rawan dan pemetaan. Dari evaluasi
terhadap lokasi gerakan tanah yang telah terjadi selama ini ternyata
lokasi-lokasi kejadian gerakan tanah merupakan daerah yang telah
teridentifikasi sebagai daerah yang memiliki kerentanan menengah hingga tinggi.
b.
Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan bencana alam
gerakan tanah dengan memberikan informasi mengenai bagaimana dan kenapa tanah
longsor, gejala gerakan tanah dan upaya pencegahan serta penangulangannya.
c.
Pemantauan daerah rawan longsor dan dilakukan secara
terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui mekanisme gerakan tanah dan faktor
penyebabnya serta mengamati gejala kemungkinan akan terjadinya longsoran.
d.
Pengembangan dan penyempurnaan manajemen mitigasi gerakan tanah baik
dalam skala nasional, regional maupun lokal secara berkelanjutan dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan menggalang kebersamaan
segenap lapisan masyarakat.
e.
Perencanaan pengembangan sistem peringatan dini di daerah rawan bencana.
f.
Pola pengelolaan lahan untuk budidaya tanaman pertanian, perkebunan yang
sesuai dengan azas pelestarian lingkungan dan kestabilan lereng.
g.
Hindari bermukim atau mendirikan bangunan di tepi lembah sungai terjal.
h.
Hindari melakukan penggalian pada daerah bawah lereng terjal yang akan
mengganggu kestabilan lereng sehingga mudah longsor.
i.
Hindari membuat pencetakan sawah baru atau kolam pada lereng yang terjal
karena air yang digunakan akan mempengaruhi sifat fisik dan keteknikan yaitu
tanah menjadi lembek dan gembur sehingga kehilangan kuat gesernya yang
mengakibatkan tanah mudah bergerak.
j.
Penyebarluasan informasi bencana gerakan tanah melalui berbagai media
dan cara sehingga masyarakat, baik secara formal maupun non formal.
2.
Tahap bencana
Hal penting yang harus dilakukan ketika suatu daerah
terkena bencan tanah longsor diantaranya:
a. Menyelamatkan warga yang tertimpa musibah
b. Pembentukan pusat pengendlian (Crisis Center).
c. Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman.
d. Pendirian dapur umum, pos-pos kesehatan dan penyediaan
air bersih.
e. Pendistribusian air bersih, jalur logistik, tikar dan
selimut.
f. Pencegahan berjangkitnya wabah penyakit.
g. Evaluasi, konsultasi dan penyuluhan.
3. Tahap pasca
bencana
Berlalunya bencana tanah longsor bukan berarti
permasalahan sudah selesai, masih ada beberapa tahapan yang perlu kita lakukan:
a.
Penyusunan dan penyempurnaan peraturan tata ruang dalam upaya
mempertahankan fungsi daerah resapan air.
b.
Mengupayakan semaksimal mungkin pengembalian fungsi kawasan hutan lindung.
c.
Mengevaluasi dan memperketat studi AMDAL pada kawasan vital yang
berpotensi menyebabkan bencana.
d.
Mengevaluasi kebijakan Instansi/Dinas yang berpengaruh terhadap
terganggunya ekosistem.
e.
Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah bencana,
sabuk hijau dan di sepanjang bantaran sungai.
f.
Normalisasi areal penyebab bencana, antara lain seperti normalisasi
aliran sungai dan bantaran sungai dengan membuat semacam polder dan sudetan.
g.
Rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung kehidupan masyarakat yang
terkena bencana secara permanen (seperti: perbaikan sekolah, pasar, tempat
ibadah, jalan, jembatan, dan tanggul).
h.
Menyelenggarakan forum kerjasama antar daerah dalam penanggulangan
bencana.
2.4.2
Pergerakan
Tanah
Pengertian longsoran (landslide) dengan gerakan tanah
(massmovement) mempunyai kesamaan.Untuk memberikan definisi longsoran
perlupenjelasan keduanya. Gerakan tanah ialah perpindahan massa tanah/batu pada
arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula. Gerakan tanah mencakup
gerak rayapan dan aliran maupun longsoran.
Beberapa metoda
rekayasa teknik terhadap gejala gerakan tanah yang ditujukan terutama untuk
mengurangi gaya geser (shear-stress), peningkatan resistensi geser
(shear-strength) atau kedua-keduanya.
1. Rekayasa Teknik Pengurangan Kejenuhan Air
tanah.
Pengendalian air
dipermukaan dan air bawah tanah : air yang jatuh dan mengalir di permukaan
lahan yang berlereng harus di alirkan dan diusahakan jangan sampai diam
ditempat. Pada beberapa lereng perlu dibuat agar supaya aliran air lancar serta
dihindarkan jangan sampai air terjebak pada bagian undak lereng.Untuk mencegah
aliran air yang masuk ke dalam rekahan (kekar) batuan, maka batuan harus
ditutup dengan lempung, aspal atau dengan material yang impermeable.Aliran air
bawah tanah harus dikurangi guna menghindari meningkatnya resistensi geser
batuan.Mengurangi aliran air bawah tanah dilakukan dengan memindahkannya
melalui terowongan air yang dibuat secara horizontal atau dengan bantuan pipa
perforasi, sumur vertikal atau dibuat paritan (trench) yang diisi kembali
dengan material yang kasar dan permeable.
2. Rekayasa Teknik
Perkuatan Dinding Lereng.
Menstabilkan struktur untuk meningkatkan resistensi geser dilakukan
perkuatan dinding. Perkuatan dinding lereng dengan tembok penahan merupakan
bangunan penambat tanah dari bronjong batu, semen semprot atau beton bertulang
dan tiang pancang, Tipe tembok penahan terdiri dari dinding gaya berat
(gravity wall), semi gaya berat (semi gravity wall) dan dinding pertebalan
(counterfort wall). Pembuatan tembok berguna untuk menahan laju masa
batuan/tanah yang tidak stabil.
Resistensi geser pada massa batuan atau tanah yang tidak stabil
dapat meningkat karena pemadatan dan pengerasan internal melalui injeksi semen,
aspal atau bahan kimia tertentu. Untuk gerakan tanah yang berada di lereng
bukit, pencegahan dengan memasang tiang pancang. (untuk luncuran massa
batuan/tanah yang aktif cara ini kurang efektif menahan gerakan massa,
disebabkan karena perpindahan debris tanah mampu melewati tiang pancang atau
membuat tiang pancang menjadi miring, mematahkannya atau bahkan dapat terbawa
bersamaan dengan meluncurnya batuan/tanah. Tembok penahan harus diberi
fasilitas drainase seperti lubang penetes (weep hole) dan pipa salir yang
diberi bahan penyaring (filter) supaya tidak tersumbat, sehingga tidak
menimbulkan tekanan hidrostatis yang besar.Tembok penahan ini disamping
digunakan untuk menahan gerakan tanah juga untuk melindungi bangunan dari
runtuhan.
3. Rekayasa Teknik
Pengurangan Sudut Lereng.
Menstabilkan struktur dapat juga dilakukan dengan pelandaian lereng
model sengkedan (teras bangku) atau dapat juga dilakukan dengan cara pemotongan
dan penimbunan (bagian yang dipotong disesuaikan dengan geometri daerah
longsoran, sedangkan penimbunan dilakukan pada bagian kaki lereng). Mengurangi
keterjalan lereng serta memindahkan permukaan tanah yang tidak stabil.
Pengurangan derajat kelerengan akan berdampak pada berkurangnya beban massa
batuan/tanah. Pemindahan masa batuan/tanah yang ada di bagian muka luncuran
sekaligus akan mengurangi beban dan gaya geser. Rekayasa teknik ini umumnya
diterapkan pada tipe gerakan tanah longsoran rotasional (slumping), resistensi
geser batuan akan semakin meningkat jika massa batuan/tanah dipindahkan ke arah
bagian belakang luncuran.
Gambar. 1.
Model Rekayasa Perkuatan Lereng
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat penulis ambil dari penulisan makalah ini adalah :
1. Pemadatan tanah adalah
proses naiknya kerapatan tanah dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga
terjadi reduksi volume udara : tidak terjadi perubahan volume air yang cukup
berarti pada tanah tersebut.
2. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pemadatan adalah jenis tanah dan usaha pemadatan.
3. Konsolidasi
tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan
penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan,
untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
4. Untuk
menganalisis kestabilan lereng di lakukan dengan carapengamatan visual, cara komputasi,
dan cara grafik.
5. Cara
mitigasi tanah longsor dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu tahap awal (preventif), tahap bencana,
dan tahap pasca bencana.
6. Gerakan tanah ialah perpindahan
massa tanah/batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula.
3.2
Saran
Saran
yang dapat penulis berikan pada penulisan makalah ini adalah :
1. Dalam
proses pemadatan tanah kita harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pemadatan tanah tersebut.
2. Sebaiknya
untuk menghindari terjadinya tanah longsor maka kita harus melakukan reboisasi
atau penanaman kembali hutan-hutan atau lereng yang telah gundul.
3. Selanjutnya
untuk menghindari tanah longsong oleh aktivitas manusia, kita sebagai
masyarakat jangan menebang pohon sembarangan dan lakukanlah mitigasi tanah
longsor untuk menghindari tanah longsor.
DAFTAR
PUSTAKA
Cheap
Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap
M.
Das Braja, dkk. 1985. Mekanika tanah (Prinsp-prinsip Rekayasa Geoteknis)
Jilid I. Surabaya: Universitas Institut teknologi 10 November.
Zakaria,
Zufialdi. 2009. Analisa Kestabilan Lereng, seri mata kuliah Geoteknik.
Laboratorium Geologi Teknik Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran.
Tidak diterbitkan.
Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Direktorat Jenderal Bina Marga
Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Direktorat Jenderal Bina Marga